Sanksi Bagi Karyawan Mangkir Kerja 5 Hari Berturut-Turut
Karyawan di suatu perusahaan pasti pernah mempertanyakan beberapa hal, misalnya berapa hari toleransi yang diberikan perusahaan terhadap karyawan mangkir kerja atau tidak masuk tanpa keterangan atau perihal aturan mengenai perusahaan yang ingin memberhentikan karyawan yang bolos kerja.
Peraturan Batas Izin Tidak Masuk Kerja
Menurut UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, pasal 93 ayat (3) dan (4), batas izin tidak masuk kerja yang masih diupah dapat dirincikan dalam tabel berikut:
Alasan Tidak Bekerja | Lama Izin | Upah |
---|---|---|
Pekerja sakit dan tidak dapat melakukan pekerjaan |
>12 bulan berturut-turut | 4 bulan pertama 100% 4 bulan kedua 75%, 4 bulan ketiga 50%, bulan berikutnya 25% sebelum pengusaha melakukan PHK |
Pekerja perempuan sakit hari pertama dan kedua masa haid | 2 hari | 100% |
Pekerja menikah | 3 hari | 100% |
Pekerja menikahkan anak | 2 hari | 100% |
Pekerja membaptiskan anak | 2 hari | 100% |
Isteri melahirkan atau keguguran kandungan | 2 hari | 100% |
Suami/isteri, orang tua/mertua, anak/menantu meninggal dunia | 2 hari | 100% |
Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia | 1 hari | 100% |
Peraturan Batas Waktu Mangkir Kerja
Baca Juga: 10 Tips Membangun Disiplin Kerja Karyawan Ala HRD
Apabila karyawan tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas alias mangkir, maka berlaku prinsip no work no pay. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 93 ayat (1) yang menyebutkan bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. Upah tersebut termasuk tunjangan kehadiran.
Untuk batas waktu karyawan mangkir kerja menurut UU adalah 5 hari kerja berturut-turut. Hal tersebut terdapat di UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, pasal 168 ayat (1) dan (2) yang menyebutkan bahwa:
- Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.
- Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk bekerja.
Pelajari Aturan dan Syarat Pengajuan Resign Karyawan!
Apabila terjadi PHK karena alasan di atas, hak karyawan tetap harus diberikan oleh perusahaan karena mangkir dari kerja masih diklasifikasikan sebagai pengunduran diri bukan PHK oleh perusahaan.
Sehingga karyawan berhak mendapatkan uang penggantian hak dan uang pisah. Namun karyawan tidak mendapatkan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja (UPMK). Dan hal tersebut tertuang dalam pasal 168 ayat (3):
Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Baca Juga: Contoh Laporan Kinerja Karyawan Bulanan Bagi HRD
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima karyawan antara lain:
- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur
- Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja
- Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau UPMK bagi yang memenuhi syarat
- Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Untuk ketentuan uang pisah bagi karyawan PHK seharusnya sudah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Jika tidak diatur, maka perusahaan akan repot sendiri karena berdasarkan beberapa kasus, pada akhirnya putusan hakim tetap akan mewajibkan perusahaan untuk membayar uang pisah sebagaimana diamanatkan UU Ketenagakerjaan, sekalipun peraturan perusahaan tidak mengaturnya.
Dalam hal karyawan tidak masuk 5 hari kerja atau lebih dengan alasan yang dapat dibuktikan, maka perusahaan tidak dapat melakukan PHK. Prinsip no work no pay tidak berlaku, dan perusahaan tetap wajib membayar upah penuh sesuai Pasal 93 ayat (3).
Absensi karyawan harus dikelola secara tepat, karena absensi sangat erat kaitannya dengan penggajian karyawan. Sehingga perusahaan harus teliti mengenai ketidakhadiran karyawan. Apakah ketidakhadiran tersebut termasuk izin/cuti yang diupah atau mangkir yang tak diupah.
Perusahaan Anda bisa menggunakan aplikasi absensi online Hadirr. Dimana Hadirr mampu mengakomodasi kebutuhan perusahaan agar dapat me-monitoring karyawan dengan lebih efektif. Hadirr dapat melakukan pencatatan kehadiran karyawan dengan fitur clock-in dan clock-out.