Peraturan Jam Kerja Karyawan Menurut UU Cipta Kerja
Peraturan jam kerja karyawan menjadi salah satu hal krusial yang harus diperhatikan oleh para pelaku usaha maupun praktisi HRD dalam perusahaan. Sebab hal ini akan sangat berkaitan dengan pemberian kewajiban serta hak yang harus diterima pekerja nantinya.
Aturan jam kerja karyawan sebenarnya sudah diatur secara penuh dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan terbaru. Namun pada tahun 2020 lalu, UU ini mengalami revisi yang kemudian menjadi UU Cipta Kerja.
Lantas, apa saja perbedaan aturan jam kerja karyawan yang tercantum dalam UU Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Cipta Kerja?
Baca Juga: Bagaimana Perhitungan Jam Kerja yang Berlaku di Indonesia?
Peraturan Jam Kerja Karyawan Menurut Undang-Undang
Baik UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja, keduanya sama-sama memberikan ketentuan jam kerja perusahaan sesuai aturan Depnaker. Di antaranya adalah sebagai berikut:
– 7 jam per hari atau dengan total 40 jam kerja untuk 6 hari dan waktu libur 1 hari, atau;
– 8 jam per hari dengan total 40 jam kerja untuk 5 hari serta waktu libur 2 hari.
Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah tidak semua perusahaan atau sektor usaha bisa mengimplementasikan aturan tersebut.
Sebagai contoh, sektor usaha yang harus beroperasi selama 24 jam secara terus menerus tentu tidak dapat memberlakukan aturan jam kerja tersebut dalam operasionalnya. Sebut saja rumah sakit dan sektor pelayanan masyarakat yang lain.
Maka dari itu, perusahaan diberikan kebebasan untuk menentukan jam kerja karyawan mereka sesuai dengan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja di awal. Hal tersebut sejalan dengan isi pasal 21 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 35/2021 atau Pasal 77 ayat 3 UU No.13/2013.
Selain itu, Peraturan Pemerintah No. 35/2021 juga mengatur beberapa sektor usaha yang memiliki waktu kerja karyawan kurang dari ketentuan yang sudah disebutkan dengan karakteristik sebagai berikut:
- Pekerjaan yang bisa dilakukan kurang dari 7 jam/hari atau 35 jam/minggu
- Pekerjaan yang menganut sistem kerja fleksibel atau jam kerja fleksibel
- Pekerjaan yang bisa dilakukan di luar kantor
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa aturan jam kerja depnaker tersebut tidak bersifat mengikat.
Bagaimana Aturan Jam Kerja Shift Menurut Undang-Undang?
Berdasarkan UU Ketenagakerjaan terbaru atau UU Cipta Kerja, tidak ada aturan atau pasal khusus yang membahas soal jam kerja shift. Namun dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.KEP.233/MEN/2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan secara Terus Menerus.
Di mana dalam pasal 2 peraturan tersebut disebutkan bahwa pemerintah memperbolehkan atau memberi izin bagi perusahaan untuk tetap mempekerjakan karyawan mereka di hari libur resmi apabila sektor usaha yang dijalankan memang beroperasional terus menerus.
Baca Juga: 5 Alasan Kenapa Remote Working Efektif untuk Perusahaan
Berikut beberapa sektor usaha yang menurut pemerintah memiliki karakteristik pekerjaan terus menerus:
- Pelayanan kesehatan
- Pelayanan jasa transportasi
- Pariwisata
- Jasa telekomunikasi
- Bidang retail dan sejenisnya
- Media massa
- Bidang pengamanan
- Hingga beberapa bidang usaha lain yang apabila pekerjaan dihentikan maka dapat mengganggu jalannya produksi dan merusak bahan
Lantas, apakah perusahaan boleh mempekerjakan karyawan di atas jam kerja yang sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan terbaru? Jawabannya, tentu saja tidak!
Meski tidak bersifat mengikat, namun aturan UU Cipta Kerja tetap harus menjadi landasan utama sebelum perusahaan menentukan jam kerja karyawannya.
Dengan begitu, meskipun perusahaan boleh membuat sistem jam kerja shift namun tetap harus memperhatikan aturan 40 jam kerja dalam 1 minggu.
Peraturan Jam Kerja Karyawan Lembur Menurut Undang-Undang
Meski dianjurkan untuk mempekerjakan karyawan 40 jam dalam 1 minggu, namun ada kalanya perusahaan membutuhkan karyawan untuk lembur.
Dalam hal ini, aturan kerja lembur karyawan juga sudah diatur sepenuhnya dalam UU Ketenagakerjaan tahun 2003 yang menyatakan bahwa setiap karyawan dapat bekerja lembur dengan maksimal 3 jam/hari atau 13 jam/minggu.
Namun kemudian aturan tersebut berubah mengikuti revisi terhadap UU Ketenagakerjaan terbaru tahun 2020 yang menjelaskan bahwa waktu kerja lembur setiap karyawan dapat dilakukan 4 jam dalam sehari atau total 18 jam dalam seminggu.
Selain itu, dalam UU Ketenagakerjaan terbaru tersebut juga dijelaskan di mana HRD perusahaan wajib membuat daftar pelaksanaan lembur kerja lengkap dengan informasi nama karyawan yang dilemburkan serta lamanya waktu lembur yang ditentukan.
Perusahaan pun harus membuat surat perintah lembur baik secara tertulis maupun digital. Apabila tidak ada surat perintah atau persetujuan lembur, maka karyawan berhak untuk menolak bekerja lembur.
Itulah tadi informasi mengenai peraturan jam kerja karyawan yang harus diketahui oleh Anda sebagai pemilik usaha maupun staf HR dalam perusahaan. Bahkan jika perusahaan Anda memberlakukan sistem flexible working untuk sekarang, aturan jam kerja karyawan masih harus tetap diperhatikan.
Kelola Jam Kerja Karyawan Secara Online di Hadirr
Salah satu cara yang bisa Anda lakukan untuk memastikan karyawan swasta bekerja dengan efektif di jam kerjanya adalah dengan menggunakan aplikasi absensi dan timesheet online seperti Hadirr.
Tak hanya memudahkan absensi bagi para karyawan yang bisa dilakukan dengan modal selfie lewat genggaman, aplikasi Hadirr juga memungkinkan Anda dalam monitoring kinerja karyawan saat bertugas.
Baca Juga: Aturan Lengkap Tunjangan Shift Malam
Selain itu, meski setiap karyawan bekerja dari lokasi yang berbeda-beda, Hadirr bisa membantu meringankan pembagian tugas dengan mudah dan meminimalisir terjadinya miskomunikasi.
Di sisi lain, jika perusahaan yang Anda kelola menerapkan pergantian jam kerja, Hadirr juga dibekali fitur kelola jadwal shift kerja. Cukup sekali pengaturan di awal, sisanya biar Hadirr yang menyelesaikan. Menarik, bukan?
Yuk, segera beralih ke Hadirr dan tinggalkan sistem absensi dan timesheet konvensional untuk memperoleh efisiensi kerja dan budget!
Writer: YAS