Perhitungan Potong Gaji atas Keterlambatan Masuk Kerja
Sejumlah perusahaan memiliki peraturan disiplin yang ketat dengan menerapkan denda pemotongan gaji karyawan yang terlambat masuk kerja. Tujuannya adalah mencegah hilangnya waktu produktif akibat karyawan tidak tersedia pada jam kerja yang ditetapkan.
Bolehkah kebijakan potong gaji semacam ini menurut aturan ketenagakerjaan di Indonesia? Mari kita lihat ketentuannya di Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan pemotongan gaji karyawan
Potong gaji atas keterlambatan masuk kantor pada dasarnya tidak melanggar ketentuan pemerintah. Justru sebaliknya, aturan hukum ketenagakerjaan dan pengupahan malah mengakomodasi kebijakan semacam ini. Bagaimana penjelasannya?
Baca Juga: Ampuh! Cara Mengatasi Karyawan yang Sering Terlambat
Pertama, pemotongan gaji karena terlambat atau tidak masuk kerja sesuai dengan prinsip keadilan dalam sistem upah di UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 yang dikenal sebagai “no work no pay”. Ketentuannya ada di Pasal 93 ayat (1):
Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.
Karyawan yang terlambat masuk kerja artinya kehilangan jam bekerja mereka, yang juga berarti tidak melakukan pekerjaan pada jam kerja yang hilang. Contohnya, jika jumlah jam kerja seminggu 40 jam dan keterlambatan akumulatif karyawan 4 jam, maka secara riil karyawan hanya bekerja 36 jam seminggu. Sehingga, cukup adil apabila upahnya dibayarkan proporsional sesuai waktu bekerjanya atau upah tidak penuh.
Kedua, berdasarkan PP Pengupahan No 36 Tahun 2021, pengusaha boleh menerapkan aturan potong gaji atas keterlambatan untuk pembayaran denda selama hal itu diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Dasar hukumnya ada di Pasal 36 ayat (1) dan (2) berikut:
- Pemotongan upah oleh pengusaha dapat dilakukan untuk pembayaran:
- denda;
- ganti rugi;
- uang muka upah;
- sewa rumah dan/atau sewa barang milik perusahaan yang disewakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh;
- utang atau cicilan utang pekerja/buruh; dan
- kelebihan pembayaran upah.
- Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dilakukan sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Nah, jika kewajiban masuk kerja tepat waktu merupakan bagian dari peraturan perusahaan, maka karyawan yang datang terlambat boleh dianggap melanggar peraturan dan dikenakan denda potong gaji. Meski demikian, aturan denda potongan keterlambatan karyawan harus dibuat rinci dan jelas, termasuk besaran denda per satuan waktu.
Lalu, bagaimana cara menghitung keterlambatan jam kerja?
Pemotongan gaji atas keterlambatan karyawan bisa dihitung secara proporsional — sesuai upah sejam dan upah sehari — maupun berdasarkan rate jumlah tetap. Berikut ini rumus perhitungannya.
Pemotongan gaji dengan rate upah sejam
Pemotongan gaji proporsional ini berbasis upah sejam. Waktu keterlambatan dihitung secara kumulatif dalam satu periode penggajian, misalnya sebulan. Agar perhitungannya lebih akurat, kita bisa menggunakan satuan waktu menit sebagai pengganti jam.
Untuk menghitung jumlah potongan keterlambatan hadir, total menit keterlambatan dibagi 60 menit, baru kemudian dikalikan upah sejam (rate). Jika ditulis secara matematis, rumusnya seperti berikut:
Potongan gaji = (Jumlah menit keterlambatan/60) × upah sejam
Kita bisa menggunakan ketentuan upah sejam dalam PP 35/2021 yang besarnya sama dengan 1/173 kali gaji sebulan. Selain itu, upah sejam juga bisa diperoleh dari gaji sebulan dibagi jumlah jam kerja aktual dalam sebulan.
Contoh perhitungan: absensi karyawan A bulan Januari 2025 menunjukkan data keterlambatan masuk kerja sebagai berikut:
Tanggal | Menit keterlambatan |
---|---|
2 Januari | 55 menit |
6 Januari | 20 menit |
7 Januari | 40 menit |
13 Januari | 80 menit |
20 Januari | 45 menit |
Jumlah | 240 menit |
Gaji sebulan karyawan A termasuk tunjangan tetap adalah Rp11,000,000. Jika perusahaan menerapkan aturan potong gaji atas keterlambatan masuk kerja, maka berapa besarnya?
Potongan gaji = (Jumlah menit keterlambatan/60) × upah sejam
= (240÷40) × (1÷173) × Rp11,000,000
= Rp254,335
Dalam perhitungan PPh 21 TER yang dikenakan langsung atas penghasilan bruto, denda keterlambatan absensi tidak termasuk penghasilan karena tidak diterima karyawan, sehingga bisa dikurangkan lebih dulu dari penghasilan bruto sebelum dikenakan tarif pajak.
Dalam kasus di atas, penghasilan bruto karyawan A dihitung dari Rp11,000,000 dikurangi potongan denda keterlambatan Rp254,335, yakni Rp10,745,665.
Baca Juga: Aplikasi Absensi Offline: Solusi Absen Tanpa Internet
Pemotongan gaji dengan rate upah sehari
Selain dengan upah sejam, basis perhitungan pemotongan gaji secara proporsional juga bisa menggunakan rate upah sehari. Bagi karyawan yang menerima gaji bulanan, cara menghitung upah sehari menurut PP Pengupahan seperti berikut:
- bagi perusahaan dengan sistem 6 hari kerja seminggu, upah sehari adalah upah sebulan dibagi 25.
- bagi perusahaan dengan sistem 5 hari kerja seminggu, upah sehari adalah upah sebulan dibagi 21.
Metode pemotongan gaji atas keterlambatan absensi berbasis upah sehari juga bisa dipakai untuk karyawan harian lepas, di mana upah dibayarkan menurut kehadiran. Untuk karyawan ini, upah harian (rate) sudah ditetapkan di depan, lalu dikalikan jumlah hari masuk kerja dalam satu periode penggajian, bisa mingguan atau bulanan.
Nah, untuk akumulasi waktu keterlambatan tetap dihitung dalam menit. Bilangan pembaginya juga dalam menit, sehingga kita perlu mengonversi jam kerja sehari ke dalam menit seperti berikut:
- Jika jam kerja sehari 7 jam, maka bilangan pembaginya adalah 420 menit.
Potongan gaji = (Jumlah menit keterlambatan/420) × upah sehari
- Jika jam kerja sehari 8 jam, maka bilangan pembaginya adalah 480 menit.
Potongan gaji = (Jumlah menit keterlambatan/480) × upah sehari
Berikut ini contoh perhitungan karyawan A di atas — total keterlambatan 240 menit, gaji sebulan Rp11,000,000, serta 6 hari kerja seminggu dan 7 jam sehari — jika dihitung dengan rate upah sehari.
Potongan gaji = (Jumlah menit keterlambatan/420) × upah sehari
= (240÷420) × (Rp11,000,000÷25)
= Rp251,428
Contoh pemotongan untuk karyawan harian seperti berikut:
Karyawan B bekerja harian di sebuah perusahaan dengan upah harian Rp200,000 untuk 8 jam sehari. Dalam sebulan, ia masuk kerja 18 hari dengan akumulasi keterlambatan hadir 300 menit. Hitung potongan upahnya!
Upah sebulan = jumlah hari x rate harian
= 18 hari x Rp200,000
= Rp3,600,000
Potongan gaji = (Jumlah menit keterlambatan/480) × upah sehari
= (300÷480) × (Rp200,000)
= Rp125,000
Gaji diterima karyawan B = upah sebulan – potongan keterlambatan
= Rp3,600,000 – Rp125,000 = Rp3,475,000
Pemotongan gaji dengan fixed rate
Pemotongan gaji ini tidak bersifat proporsional karena berdasarkan fixed rate. Basis pengali potongan keterlambatan karyawan menggunakan angka nominal tetap untuk satuan waktu tertentu, contohnya Rp1,000 per menit, Rp100,000 per jam, dan seterusnya.
Metode ini lebih sederhana karena tinggal mengalikan waktu keterlambatan dengan rate. Rumusnya seperti ini:
Potongan gaji =Jumlah waktu terlambat rate
Contohnya, jika perusahaan memiliki aturan potong gaji atas keterlambatan Rp2,000 per menit, dan karyawan secara kumulatif terlambat 90 menit dalam sebulan, maka potongannya adalah:
90 x Rp2,000 = Rp180,000.
Baca Juga: 9 Aplikasi E Absensi Mobile untuk Pemerintahan dan Perusahaan
Cara menghitung keterlambatan otomatis
Selain ketiga metode hitung manual seperti di atas, ada cara yang lebih praktis dan cepat, yaitu menggunakan software absensi dan payroll online. Kami merekomendasikan software cloud Hadirr dan Gadjian dari Fast-8 yang super efisien.
Hadirr merupakan aplikasi absensi digital untuk memantau dan mencatat kehadiran karyawan di multi-lokasi dengan teknologi GPS dan face recognition yang akurat dan bebas kecurangan. Aplikasi ini merekam aktivitas clock-in dan clock-out karyawan sesuai jadwal kerja harian, break dan afterbreak, serta overtime-in dan overtime-out untuk kerja lembur.
Data e-presensi karyawan akan tersimpan di server cloud real-time tanpa perlu repot rekap manual secara periodik. Untuk memproses data kehadiran ke dalam perhitungan gaji karyawan, akan lebih mudah jika Hadirr diintegrasikan dengan Gadjian, aplikasi payroll berbasis web yang powerfull dengan banyak fitur untuk HR/Finance.
Data kehadiran karyawan di Hadirr langsung dapat diimpor ke Gadjian untuk perhitungan komponen slip gaji, seperti tunjangan kehadiran, upah karyawan harian, uang lembur, dan juga jumlah potongan keterlambatan karyawan. Dengan sistem yang terintegrasi, keterlambatan masuk kerja akan terdeteksi dan terhitung total waktunya secara otomatis dan terinput di slip gaji karyawan.
Potongan keterlambatan merupakan fitur baru Gadjian untuk memudahkan perhitungan slip gaji. Jika sebelumnya potongan keterlambatan harus diinput sebagai komponen pemotong (deduction) tipe output, maka kini bisa diatur secara otomatis. Gaji karyawan akan terpotong apabila terdeteksi terlambat masuk kerja berdasarkan data clock-in.
Kamu hanya perlu mengatur setelan di aplikasi, termasuk satuan waktu keterlambatan dan rate pemotongan gajinya. Caranya, masuk ke menu Pengaturan > Gaji LHTR, lalu pada Potongan Keterlambatan di poin 2, setel di Aktif.
Selain hitung komponen potongan karyawan, kalkulator gaji dan THR Gadjian juga bisa menghitung otomatis semua jenis komponen pendapatan di slip gaji, dari mulai gaji pokok, tunjangan, lembur, THR, bonus, sampai BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Perhitungan slip gaji sudah termasuk pajak penghasilan karyawan.
Dengan fitur kalkulator PPh 21 TER yang telah diperbarui sesuai peraturan terkini, aplikasi ini menghitung secara akurat pajak karyawan tetap, kontrak, maupun tenaga ahli atau konsultan yang menerima penghasilan dari perusahaanmu. Jadi, Gadjian adalah aplikasi slip gaji online sekaligus software pajak karyawan yang efisien.
Hubungi kami untuk coba gratis Gadjian dan Hadirr!